Skip to main content

Kirana (Dalam Bayang Pendidikan)

Kirana adalah seorang sangat menggilai ilmu pengetahuan. Bahkan Kirana rela untuk menunda waktu menikahnya karena lebih mementingkan pendidikan formal. Kirana mendalami sekali ilmu-ilmu kajian sosial yang sedang hanggat maupun yang sudah lewat. Karena Kirana merasa kehidupan sosial memang sangat menarik dikaji terutama tentang fenomena-fenomena yang ada di lingkungan masyarakat. Karena kesukaannya tersebutlah Kirana menggilai pendidikan formal sehingga hidupnya banyak berkecimpung dalam buku-buku literatur dan kajian-kajian ilmiah.
Suatu masa, Kirana melakukan sebuah penelitian dan pengkajian terhadap fenomena mengenai prostitusi disebuah lokalisasi. Disana Kirana bertemu dan dibantu dengan orang yang cukup berpengaruh dan paham mengenai dunia lokalisasi. Suatu waktu orang tersebut bertanya pada Kirana, “eh mbak, maaf memang apa tujuan mbak mengamati dan mengkaji dunia yang kami geluti ? apakah ada manfaat untuk kami dengan kajian yang mbak lakukan ?”. karena pernyataan orang tersebut Kirana merasa cukup tersinggung dan merasa apa yang telah dilakukannya tidak bermanfaat. Kirana kemudian menjawab, “tentu saja akan ada manfaat yang nantinya akan manfaat pak untuk kalian, karena tujuan kajian dan penelitian ini adalah merubah sudut pandang dengan harapan warga disini mau berubah dan keluar dari dunia prostitusi”. Kemudian orang tersebut menjawab, “baiklah kalau begitu, kalau tujuan mbak seperti itu, saya akan mendukung, namun harapan saya adalah mbak bisa melakukan sosialisasi dan berdiskusi secara langsung mengenai kajian yang mbak lakukan”. Setelah itu Kirana menyetujui untuk melakukan sosialisasi dan diskusi mengenai kajian yang ia lakukan.
Setelah itu, diskusi mengenai kajian dengan warga setempat yang mayoritas adalah germo dan WTS pun dilakukan. Diskusi dilaksanakan di balai warga dan Kirana menjelaskan secara rinci mengenai kajian dan dilakukannya. Namun setelah diskusi itu, kabanyakan warga setempat malah tidak bisa menerima dan mengerti isi dari kajian dari Kirana. Kemudian setelah diskusi tersebut, Kirana menemui orang yang berpengaruh ditempat itu dan bertanya apakah ada yang salah dengan kajian dan penelitian yang ia lakukan sehingga kabanyakan warga tidak bisa menerima dan memahami isi dari kajian yang ia lakukan. Orang itu dengan tenang menjawab pertanyaan Kirana, “mbak, kajian yang dilakukan mbak itu sebenarnya bagus, namun alangkah bagusnya mbak memahami dahulu akar permasalahan yang terjadi, sehingga kajian yang mbak lakukan bisa dengan baik dipahami oleh masyarakat”. Kemudian lanjut kata orang tersebut, “mbak ini juga kan sangat paham dan mendalami ranah-ranah yang akan mbak teliti, terlebih mbak adalah orang yang mendalami ilmu sosial. Namun selain hanya ilmu yang mbak dapat dari buku, mbak juga harus secara langsung banyak terjun ke lapangan sehingga mbak bisa secara langsung memahami permasalahan yang terjadi, karena sekali lagi ranah sosial tidak bisa sebatas tau tentang teori dari buku mbak”.
Setelah dikusi dengan orang tersebut, Kirana menjadi berfikir lagi tentang apa yang sudah ia lakukan selama ini. Kirana merenung dan berfikir memang secara pendidikan formal ia memang sangat baik bahkan tentang kajian ilmiha, banyak orang mengacungi jempol buah dari pemikirannya. Namun pada praktek dilapangan ia merasa dirinya belum banyak bisa melakukan sebuah perubahan. Ia kemudian berfikir, untuk apa selama ini ia mendalami ilmu sosial dan mendapatkan banyak pujian dan nilai-nilai yang baik namun pada faktanya ia tidak bisa berbuat secara nyata di masyarakat ?. ia semakin dalam merenung dan merenung, semakin dalam, kemudian ia teringat akan sebuah sajak milik WS Rendra, dalam relung malam ia kemudian membaca dan memahami isi dari sajak tersebut :
Apakah gunanya pendidikan
Bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
Di tengah kenyataan persoalanya?
Apakah gunanya pendidikan
Bila hanya mendorong seseorang
Menjadi layang-layang di ibukota
Kikuk pulang ke daerahnya?
Apakah gunanya seseorang
Belajar filsafat,teknologi,ilmu kedokteran,atauapa saja.
Ketika ia pulang ke daerahnya,lalu berkata:
“disini aku merasa asing dan sepi”
Sejenak ia kemudia bangkit, kemudian berkata ia pada dirinya sendiri, “iya, pendidikan tidak akan berguna kalau tidak ada nilai aplikatifnya, aku harus lebih banyak belajar secara langsung dan terjun ke masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

Lagu balonku ada lima dan keberagaman Indonesia

Malam itu saya diajak berbincang dengan salah satu sahabat saya,kami akan membicarakan progres-progres gerakan kami dikantor,tapi sebelum itu ada pembicaraan diluar itu kebetulan dikantor sedang berkumpul kaum-kaum muda yang haus akan diskusi akhir nya kami membicarakan politik indonesia,agama,sampai pada pembahasan kebudayaan indonesia,saya lebih banyak menyimak pembicaraan mereka hanya sesekali saja saya memberikan komentar,suasana saat itu kadang serius kadang pula diselipkan candaan-candaan yang menggelitik seperti ada yang mengatakan ingin jadi presiden dan menyampaikan visi misi nya yang absurt,ada pula yang ingin jadi mentri-mentri nya untuk menjalankan visi dan misi yang absurt tersebut.           Setelah berbicara ngalor ngidul saya melihat suasana itu seperti balon yang mempunyai banyak warna,lalu saya membayangkan tentang indonesia itu seperti balon yang mempunya banyak warna ada hijau,kuning,kelabu,merah muda,dan biru bahkan indonesia mempunya lebih banyak warna lagi

PROJECT IKLAN - SANMAC (MAKARONI YANG UH BANGET) #CaraBIsingKreatif

Aku & Mentari Pagi Oleh : Arief Wibowo

Waktu selalu terganti oleh biasan sinar mentari di setiap pagi, yang kala itu cahaya pagi selalu menyambutku terbangun dari mimpiku, menandakan bahwa cerita baru telah di mulai namun aku selalu berharap terjebak selamanya dalam ilusi mimpi indahku sendiri, aku selalu takut akan sebuah ‘takdir’ yang masih menjadi misteri dalam dunia nyataku tapi itu hanyalah aku di masa lalu, hidup dalam jembatan yang bergoyang tak berani melangkah hanya selalu berpegangan hingga aku bertemu dengannya, dia yang kucari selama ini, dia sinar mentari di pagi hari yang selalu ku nanti, membuat kedua mataku benar-benar bisa melihat apa yang sebelumnya tak dapat kulihat, dengannya aku merasakan kedekatan, dengannya aku merasa nyaman, dan dengannya pula aku merasakan kebahagiaan.             Kisah ini dimulai 6 tahun yang lalu, bersamaan dengan berakhirnya  masa putih abu dan berawalnya masa kuliahku. Siapa yang menyangka bahwa cerita hidupku yang sesungguhnya akan berawal dari sini, di bangku perkuliahan